Antara Konsep Trilogi dan Trisakti

Antara Konsep Trilogi dan Trisakti
HS Dillon mengaku merasa prihatin dengan bencana kebakaran hutan yang baru-baru ini melanda hampir di semua pulau besar di Indonesia. Menurut Dillon, kalau dikaji secara mendalam, hal itu terjadi karena pemanfaatan lahan yang tidak dikelola secara semestinya. Idealnya, sebagian lahan perkebunan harus dikembalikan untuk petani agar bisa dipelihara dengan baik untuk pelestarian lingkungan.

Dalam hal ini maka pendekatan politik untuk lebih memperhatikan lahan sebagai sumber daya alam sekaligus memperhatikan nasib petani perlu dilakukan. Caranya, dengan memberikan sebagian aset lahan itu kepada petani agar bisa dikelola dengan baik untuk lahan pertanian yang berguna bagi ketersediaan pangan nasional ke depan, di samping untuk menjaga lingkungan.

“Kita perlu kembali ke rakyat perdesaan. Jutaan hektar yang dikuasai konglomerat, kembalikan ke petani,” kata Dillon. “Apa pun perlakuan kita kepada alam, akan kem­bali kepada kita. Kalau kita memperla­kukan alam secara baik maka alam akan ba­ik kepada kita dengan memberikan hasil produksi yang mensejahterakan,” ujarnya pula.

Secara khusus Dillon mencontohkan kebijakan yang dilakukan Pemerintah Taiwan ketika menyatakan berpisah dari China tahun 1949. Yang pertama dilakukan ketika Chiang Kai Sek lari ke Pulau Formosa untuk membentuk Negara Taiwan adalah melakukan reformasi agraria. Kemudian, memberdayakan petani dan nelayan. Para petani didorong untuk bisa memproduksi sendiri kebutuhan utama mereka, yakni karbohidrat, gula dan sumber protein dari peternakan. Sementara para nelayan didorong untuk menyediakan sumber protein dari ikan melalui industri pengalengan di pedesaan.

Untuk mendukung itu semua maka pembangunan infrastruktur agar mudah diakses penduduk dari seluruh pelosok Taiwan menjadi fokus utama pemerintah. Jalan-jalan yang bagus dan listrik diba­ngun agar produk dan hasil bumi dari pedesaan bisa mudah diakses ke perkotaan. Warga masyarakat pun didorong untuk mengembangkan industri kecil sehingga ketika diguncang badai krisis, dampak yang dirasakan hanya sebentar dan kemudian bisa pulih kembali.

Menurut Dillon, Indonesia yang kini memiliki pemimpin-pemimpin cerdas seharusnya kembali berpihak kepada para petani di pedesaan. Bukankah mereka memiliki sumber penghasilan berupa bahan makanan yang amat penting bagi masa depan bangsa. “Urusan makan, itu soal hidup-matinya bangsa,” kata Dillon.

Menurut Dillon, Pak Harto (Presiden Soeharto), meskipun memberikan tempat yang menguntungkan kepada konglomerat namun tetap berpihak kepada petani karena memang berlatar belakang petani. Pak Harto juga sangat memperhatikan nelayan sebagai penghasil sumber protein ikan. Maka, demi kesediaan pangan dan sumber protein di masa depan, semua kebijakan harus berpihak kepada rakyat perdesaan dan nelayan.

Dalam hal ini, maka mindset kolonial (penjajah) yang lebih berpihak kepada pemodal (kapitalis) berangsur harus ditinggalkan. “Banyak orang yang tahu, tapi kalah oleh kekuatan yang telah menceng­keram ‘jantung’ Republik ini,” kata Dillon.

Sebaliknya, semua program kerakyatan perlu mendapat dukungan luas. Di lain pihak, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia maka pendidikan sangat penting untuk menyiapkan warga bangsa agar bisa mencari makan sesuai taraf hidup yang layak.

Dhus, pembangunan sarana dan pra­sa­rana, khususnya jalan-jalan dari pedesaan ke sentra-sentra perkotaan, perlu diintensifkan. Demikian pula modernisasi tempat-tempat penggilingan padi pun perlu mendapatkan perhatian secara serius. “Tanpa langkah-langkah itu maka 180 ribu tempat penggiling­an padi tak akan mampu bersaing menghadapi pasar bebas ASEAN,” kata Dillon.

Secara khusus HS Dillon menjelaskan tentang perbedaan konsep Trisakti yang dianut Presiden Jokowi dan konsep Trilogi milik Presiden Soeharto dalam memimpin pemerintahan Indonesia. Konsep Trisakti meliputi konsep berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepri­badian dalam budaya. Sedangkan konsep Trilogi meliputi stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan.

Masalahnya, konsep Trilogi yang dijalankan pemerintahan Orde Baru tak pernah bisa diwujudkan karena untuk menjaga stabilitas, Pak Harto sengaja membungkam rakyat. Kemudian, untuk mendongrak pertumbuhan, Pak Harto lebih berpihak pada kroni kapitalisme (konglomerat). Hal ini membuat konsep terakhir pemerataan tak pernah bisa diwujudkan. (pud)

“Pak Harto pernah kumpulkan konglomerat ke Tapos dan berkata, ‘Saya sudah bikin kalian kaya, tolong 15 persen kembalikan ke negara (rakyat).’ Tapi, mereka tak mau karena merasa sudah membayar pajak kepada negara,” kata Dillon.

Menurut Dillon, kalau konsep Trilogi Pak Harto gagal dicapai sesuai harapan maka konsep Trisakti Jokowi diharapkan dapat menggantikannya demi kemajuan bangsa Indonesia ke depan. Apalagi, di tengah menghadapi globalisasi serta kemajuan teknologi dan informasi, tantangan bangsa semakin berat khususnya karena persaingan antarbangsa yang kian ketat. “Kalau konsep Trisakti tidak dapat dicapai maka akan kian mempertajam kesenjangan,” kata Dillon.
Sharing :